ARTICLE AD BOX
Berbeda dengan dulu, permainan rakyat seakan menjadi keseharian anak-anak, betul-betul dinikmati, sebagai ajang bersosialisasi dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita ketika menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) dengan Topik ‘Olah Raga Tradisional dan Permainan Rakyat’ di Taman Budaya Denpasar, Kamis (14/11).
Kegiatan serangkaian Kongres Kebudayaan Bali IV Tahun 2024 yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali diikuti oleh guru-guru PAUD dan SD, ketua komunitas anak-anak dan praktisi permainan rakyat.
Wahyudita menyampaikan permainan rakyat (plalianan) adalah permainan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan tradisi masyarakat agraris. “Secara umum, permainan rakyat memiliki karakter sederhana, menggunakan alat-alat yang gampang didapat dari alam sekitar serta dimainkan secara kolektif,” ujar Wahyudita.
Sementara maestro permainan tradisional I Made Taro mencatat ada 250 jenis permainan rakyat di Bali. “Sayangnya, dari jumlah itu masih banyak yang belum dideskripsikan, sehingga ke depan sangat penting untuk diadakan penelitian lebih lanjut guna mendapatkan data komprehensif terkait dengan permainan rakyat yang dimiliki oleh daerah Bali,” papar Taro.
Disebutkan Taro, permainan rakyat dimasukkan ke dalam objek pemajuan kebudayaan dan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. “Karena pentingnya peran permainan rakyat bagi kehidupan budaya dan masyarakat Bali, maka perlindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan permainan rakyat harus dilakukan,” ungkapnya.
Saat ini menurut Taro, permainan rakyat Bali kembali digeliatkan oleh seluruh elemen, baik pemerintah, pendidikan, komunitas, dan masyarakat. Hal ini sebagai langkah kesadaran bahwa permainan rakyat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali. “Upaya ini, dalam rangka melestarikan permainan rakyat di tengah kondisi permainan rakyat sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan akibat perubahan dan perkembangan zaman,” sebutnya.
Kata dia, dahulu, permainan rakyat sering dilakukan di ruang-ruang publik yang ada di desa. Namun, perubahan zaman membuat ruang-ruang tersebut menjadi hilang. “Untuk mengaktivasi permainan tersebut dilakukan upaya by setting di lingkungan sekolah, lapangan, atau di panggung festival,” jelas Taro.
Sementara itu, narasumber lain akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia I Gusti Ngurah Agung Cahya Prananta, SPd, MFis, mengatakan sosialisasi olahraga tradisional ataupun permainan rakyat sebaiknya mulai dilakukan dari sekolah, sekaa teruna, desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota. Ia juga mengusulkan permainan rakyat bisa dikembangkan di daerah pariwisata. “Jangan hanya menampilkan seni tari atau gamelan, permainan rakyat ini juga menarik untuk diperkenalkan kepada wisatawan. Kalau sudah lestari, permainan rakyat juga bisa ditampilkan dalam ajang patiwisata untuk mendapatkan ekonomi,” ujar Agung Cahya. ad